Tatap Muka Kedua Mata Kuliah Sosiologi Hukum pada Rabu, 8 Maret 2017
Pertemuan kedua ini adalah pertama
kalinya saya mengikuti kuliah Sosiologi Hukum. Saya sedikit terlambat masuk ke
kelas dan ternyata Pak Rahman sudah menunggu di ruang kelas untuk memulai
kuliah. Hari ini Pak Rahman menjelaskan tentang Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
dan Hukum Indonesia. Sangat santai penyampaian materi yang Pak Rahmat lakukan,
tapi kadang terburu-buru, atau sekalinya pelan membuat saya ngantuk. Tapi
setelah beliau selesai memaparkan materi, beliau menanyakan “ada yang ingin
ditanyakan?” tapi kelas hening dan tidak ada yang bertanya. Akhirnya Pak Rahman
terus menjelaskan materinya. Saya tidak mencatat materi yang disampaikan Pak
Rahman, karena saya sedang malas menulis, jadi saya hanya melihat catatan teman
saya tentang materi yang disampaikan.
o Sosiologi Hukum
Pengertian
Sosiologi hukum
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan
secara analiti sempiris tentang persoalan hukum dihadapkan dengan
fenomena-fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik antara hukum dengan
gejala-gejala sosial lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
mempelajari sosiologi hukum.
Sosiologi hukum merupakan
ilmu yang menganggap hukum bukan hanya sisi normatif saja tetapi merupakan
sekumpulan fakta empiris, sesuatu yang nyata dalam masyarakat, yang ditinjau
dari bebagai sisi sampai terdapat keseimbangan informasi terhadap suatu
fenomena sosial tentang hukum. Menurut Soerjono Soekanto, Sosiologi hukum
merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti, mengapa
manusia patuh pada hukum, dan mengapa dia gagal untuk mentaati hukum tersebut
serta factor-faktor sosial lain yang mempengaruhinya (Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum).
Ruang Lingkup
Soerjono Soekanto
menjelaskan, untuk mengetahui hukum yang berlaku, sebaiknya seseorang
menganalisis gejala-gejala hukum dalam masyarakat secara langsung. Meneliti
proses-proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat,
efektivitas hukum sebagai sarana pengendalian sosial, serta hubungan antara
hukum dan perubahan-perubahan sosial. Perkembangan masyarakat yang susunannya
sudah semakin kompleks serta bidang kehidupan yang semakin maju dan berkembang
menghendaki pengaturan hukum juga harus mengikuti perkembangan yang sama.
Ruang lingkup
sosiologi hukum juga dibagi menjadi 2 hal, yaitu:
- Dasar-dasar
sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum. Sebagai contoh dapat
disebut misalnya: Hukum nasional di Indonesia dasar sosialnya adalah
pancasila dengan ciri-ciri: gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan.
- Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya. Sebagai
contoh dapat disebut misalnya:
- Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terhadap
gejala kehidupan rumah tangga.
- Undang-undang No 22 Tahun 1997 dan undang-undang No. 23 Tahun 1999
tentang Narkotika dan Narkoba terhadap gejala konsumsi obat-obat
terlarang dan semacamnya.
Adapun ruang lingkup sosiologi
hukum secara umum, yaitu hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial
sehingga membentuk kedalam suatu lembaga sosial ( social institution) yang
merupakan kumpulan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku yang
mengarah pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia yang hidup dimasyarakat atau
dalam lingkup proses hukumnya ( law in action) bukanlah terletak pada
peristiwa hukumnya ( law in the books).
Tujuan
Sosiologi hukum bertujuan untuk memberi
penjelasan terhadap praktek prektek hukum. Apabila praktek itu dibedakan
kedalam pembuatan undang undang, penerapannya, dan pengadilannya, maka ia juga
mempelajari bagaimana praktek yang terjadi dari kegiatan hukum tersebut. Dengan
demikian tugas dari sosiologi hukum yaitu mempelajari tingkah laku manusia
dalam bidang hukum. Menurut Weber, tingkah laku ini memiliki dua segi, yaitu
“luar” dan “dalam”. Dengan demikian sosiologi hukum tidak hanya menerima
tingkah laku yang tampak dari luar saja, tetapi juga meperoleh penjelasan yang
bersifat internal, yaitu meliputi motif-motif tingkah laku seseorang. Sosiologi
hukum tidak membedakan antara tingkah laku yang sesuai dengan hukum atau yang
menyimpang dari kaidah hukum, keduanya merupakan objek pengamatan dari ilmu
ini.
Jika dirangkum, maka
sosiologi hukum berguna terhadap kemampuan memahami hukum di dalam konteks
sosial, memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas
hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, mengubah
masyarakat, mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan social yang
tertentu dan memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengadakan
evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.
Sistem
Hukum di Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem
hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut,
baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda
karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan
sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian
besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat
Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
- adanya pengakuan hukum
- adanya peradilan yang bebas
- adanya legalitas
Sebagai negara hukum, supremasi hukum di Indonesia harus ditegakkan dan dijalankan dengan sebenar-benarnya. Guna menegakkan hukum dan keadilan, maka diperlukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan.
Berikut tata hukum di Indonesia:
Tap MPRS
XX/MPRS/1966
|
Tap MPR
III/MPR/2000
|
UU No. 10 Thn 2004
|
1.UUD 1945
|
1.UUD 1945
|
1.UUD 1945
|
2.Tap MPRS
|
2.Tap MPR
|
2.UU/Perpu
|
3.UU/Perpu
|
3.UU
|
3.Peraturan Pemerintah
|
4.PP
|
4.Perpu
|
4.Perpres
|
5.Kepres
|
5.PP
|
5.Perda:
|
6.Peraturan Perundang-undangan lainnya misalnya: Kepmen,dll
|
6.Kepres
| |
7.Peraturan Daerah
|
Aturan perundang-undangan di Indonesia tidak tunggal namun ada jenis dan tata urutan yang memiliki fungsi masing-masing misalnya mempelajari tata urutan: mengetahui mana yang lebih tinggi kedudukannya yang harus diikuti karena jangan sampai urutan bawah mengatur dan atas mengatur juga jadi akibatnya tumpang tindih. Tata urutan aturan tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dimana dijelaskan bahwa UUD 1945, konstitusi adalah peraturan yang tertinggi.
Sistem Hukum di Dunia
Sistem merupakan satu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dari satu ke yang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem Indonesia berbeda dengan sistem negara lain, namun secara umum sistem terbagi 2:
- Civil Law: codified law, Abstrack law, predictability (Eropa continental seperti perancis, belanda, jerman).
- Common Law: Case analysis, procedural emphasis, flexibility (Negara Anglo Saxon inggris, amerika, india, Malaysia).
Perbedaan Civil Law & Common Law
Civil Law: Segala aturan harus di bukukan jadi tidak boleh ada orang dihukum apabila tidak ada aturan hukum terlebih dahulu yang mengaturnya sehingga kalau kita membuat perjanjian-perjanjian di negara-negara civil low bukunya tebal-tebal karena perjanjian akibatnya kalau kita beracara kita selalu menjadi point petunjuk adalah undang-undang melihat dari pasal demi pasal dengan yang lain bukan berbicara dengan fakta yang sesungguhnya dan tidak bermain perasaan.
Common Law: Hukum ada diputusan hakim dan tidak banyak aturan yang menjadi rujukan biasanya adalah putusan-putusan hakim yang sudah ada terlebih dahulu jadi putusan hakim yang diikuti orang lain yang disebut yurisprudensi. Dalam satu perkara tidak menggali pasal-pasal tetapi mmbuat suatu analisa dan pemikiran-pemikiran untuk meyakinkan orang yang dibela bersalah. Pengacara-pengacara common low luar biasa ia akan menjelaskan kejadian-kejadian. Sistem common low menuntut lowyer yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang tidak terduga dan cerdas untuk meyakinkan seseorang.
Pembentukan Sistem Hukum Nasional
Sistem hukum barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang mempunyai sifat individualistik kekeluargaan perjalanan hukum di Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia sendiri yang mengalami penjajahan dari bangsa Belanda. Sistem hukum Barat terdiri dari Hukum Privat dan Hukum Publik.
Sistem hukum Indonesia karena dijajah oleh Belanda maka kita menganut hukum Belanda namun itu merupakan salah satu saja bukan secara keseluruhan, di Indonesia sistem hukumnya dibentuk oleh hukum adat, penelitian orang belanda ternyata ada 9 hukum adat di Indonesia sampai saat ini masih berlaku. Masyarakat Indonesia ternyata memakai Hukum islam contohnya dalam pernikahan. Indonesia negara yang kekeluargaan yang mementingkan kebersamaan. Sementara hukum barat ini condong kepada mementingkan individu. Misalnya hukum tanah.
Ketiga bentuk hukum tersebut merupakan pedoman dalam sistem hukum nasional.
Kitab undang-undang hukum perdata (BW) yang berlaku di Indonesia sekarang disahkan di negeri belanda pada tahun 1838, dan mulai berlaku 1 mei 1848.
Dasar berlakunya adalah pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 yang menyebutkan bahwa: segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
Pengadilan Umum
Perbedaan Perkara Hukum Pidana & Hukum Perdata
Hukum Pidana ada peran negara untuk menegakannya namun bebas ingin diserahkan kepada masing-masing ditegakan atau tidak sebab kalau hukum pidana tidak ada. ini akan diserahkan kepada masyarakat semua-muanya maka kehidupan masyarakat akan tidak tentram. Salah satu tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia contoh: pembunuhan kalau pembunuhan tidak diserahkan kepada negara untuk menegakannya maka yang terjadi main hakim sendiri/intimidasi, Surat pembuktiannya repot karena tidak ada kuasa/ kewenangan untuk mencari bukti dan memanggil untuk didatangi.
Hukum Perdata jika berbuat sesuatu yang rugi efeknya terhadap individu dan tidak berefek terhadap orang lain. Oleh karena itu harus berfikir sebelum anda berbuat sesuatu. Contoh: perjajian-perjanjian, pencurian, penggelapan dan pembunuhan.
Penuntutan Hukum Pidana misalnya ada seseorang meninggal dibunuh secara tak wajar maka lapor kepada polisi, dilakukan penyelidikan oleh polisi lalu suatu masalah harus dilimpahkan kepada kejaksaan, kejaksaan sudah P21 atau lengkap laporannya bisa diajukan bukti-bukti maka harus ke tingkatpengadilan. Dalam hukum pidana tidak ada ganti rugi.
Di dalam Pengadilan: ada hakim, jaksa penuntut umum, dan pihak terdakwa atau pengacara ada istilah dalam pengaruh tertentu contohnya seseorang harus diberhentikan atau tidak bila ia memiliki status terdakwa.
Penuntutan Hukum Perdata yang mengajukan diserahkan kepada masing-masing mau mengajukan atau tidak kebanyakan perkara-perkara perdata dibawakan kepada pidana dengan alasan polisi harus mengayomi semua masyarakat setiap laporan kita harus tindak lanjuti. Dalam perdata bisa mendapat ganti rugi. Jika merasa dirugikan kami menuntut melalui pengacara kepada pengadilan.
Hukum sangat sederhana terlihatnya tapi secara praktek secara sosiologisnya tidak mudah karena jika anda menang tidak ada uang, eksekusi tidak bisa dilaksanakan. Secara keseluruhan kalau mendapat masalah hukum jangan langsung ke pengadilan lebih baik berdamai.
Komentar
Posting Komentar